CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

03 January 2011

Talak Ketika Marah

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Alhamdulillah , Segala Puja – Puji hanyalah milik Allah Ta’ala semata-mata. Selawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah s.a.w, ahli keluarga baginda yang suci, para sahabat yang kesemua mereka itu merupakan golongan yang amat mulia, para ulama’ yang mukhlisin , para mujahidin di Jalan Allah Ta’ala dan seluruh muslimin. Amin.


Sering benar ummi ditanyakan soalan begini. Maka untuk rujukan semua pembaca, ummi paparkan di sini soalan dan jawapannya...


ummi,
macam mana pula kalau suami tu cakap...
"awak boleh pergi la rumah orang tua awak tu...tak payah lagi duduk dengan saya"
Padahal isteri tidak ada niat nak balik pun dan ucapan itu dibuat ketika suami sedang marah.
Talak jatuh ke ummi?


Maka jawapanya :

Talak tak jatuh jika dibuat dalam keadaan marah. Dalam keadaan marah,di anggap akal tidak waras.

Mengenai talak orang yang marah ini, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda,

لاَ طَلاَقَ وَ لاَ عِتَاقَ فِيْ إغْلاَقِ

"Tidak ada talak dan juga pemerdekaan budak dalam keadaan ighlaq" (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al Hakim)

Imam Ahmad dalam sebuah riwayat mengemukakan, "Kata Ighlaq berarti marah." Yang demikian itu merupakan nash Ahmad yang diceritakan Khalal dan Abu Bakar dalam kitab asy Syaafi dan Zaadul musafir. Demikianlah Imam penafsiran Ahmad.

Di dalam kitabnya, Sunnah Abu Dawud, Abu Dawud mengemukakan, "Aku kira yang dimaksud adalah marah." Dan ia telah menulis satu bab khusus, yaitu "Talak yang dijatuhkan ketika sedang marah." Abu Ubaid dan beberapa ulama lainnya menafsirkan kata ighlaq itu sebagai paksaan. Dan ada juga ulama yang menafsirkannya dengan pengertian tidak waras.



Marah ada tiga jenis:

1. Marah yang menghilangkan akal sehingga yang bersangkutan tidak menyadari apa yang dikatakannya. Dalam keadaan seperti ini talaknya tidak dianggap sah tanpa ada perbezaan diantara para ulama.


2. Marah yang masih dalam batas kesadaran, tidak menghalangi yang bersangkutan dari memahami apa yang dikatakannya. Dalam keadaan seperti ini talaknya dianggap sah.


3. Marah yang menguasai diri dan memuncak namun tidak menghilangkan akal secara keseluruhan. Namun terhalang antara dirinya dengan niatnya sehingga ia menyesal atas apa yang ia lakukan apabila kemarahannya telah mereda. Keadaan ini masih dipersoalkan. Namun pendapat yang mengatakan talak dalam keadaan ini tidak jatuh adalah lebih tepat dan lebih terarah.


Islam tidak mensyari’atkan talak (perceraian) pada setiap waktu dan setiap keadaan. Sesungguhnya talak yang diperbolehkan sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan As-Sunnah.

Adalah hendaknya seseorang itu pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai. Maka tidak boleh mencerai isterinya ketika haid, dan tidak boleh pula dalam keadaan suci sedangkan ia mempergaulinya. Jika ia melakukan hal itu maka talaknya adalah talak yang bid’ah dan diharamkan. Bahkan sebagian fuqaha’ berpendapat talaknya tidak sah, karena dijatuhkan tidak sesuai dengan perintah Nabi SAW Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang melakukan perbuatan tanpa dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).”

Dan wajib bagi seseorang yang mentalak bahwa dia dalam keadaan sadar. Apabila ia kehilangan kesadaran, terpaksa, atau dalam keadaan marah yang menutup ingatannya sehingga ia berbicara yang tidak ia inginkan, maka menurut pendapat yang shahih itu tidak sah.

Berdasarkan hadits, “Tidak sah talak dalam ketidaksadaran.” Abu Dawud menafsirkan hadits ini dengan ‘marah’, dan yang lain mengartikan karena ‘terpaksa’. Kedua-duanya benar.

Dan hendaklah orang yang mencerai itu bermaksud untuk mencerai dan berpisah dari isterinya. Adapun menjadikan talak itu sebagai sumpah atau sekedar menakut-nakuti, maka tidak sah menurut pendapat yang Shahih sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama salaf dan ditarjih oleh Al ‘Allamah lbnul Qayyim dan gurunya Ibnu Taimiyah.

Jika semua bentuk talak ini tidak sah maka tetaplah talak yang diniati dan dimaksudkan yang berdasarkan pemikiran dan yang sudah dipelajari sebelumnya. Dan ia melihat itulah satu-satu jalan penyelesaian untuk keselamatan dari kehidupan yang ia tidak lagi mampu bertahan. Inilah yang dikatakan Ibnu Abbas, “Sesungguhnya talak itu karena diperlukan.”


Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/81-83.

1 comments:

Anonymous said...

ummi..

mcm mane pula jika berlaku pergaduhan dan si isteri telah keluar rumah. Semasa si isteri dalam perjalanan balik ke rumah, si suami telah sms melalui telefon kepada isteri yang berbunyi ' jika tidak balik dalam masa setengah jam, jatuh talak 1.Kebetulan jalan pada ketika itu jem dan si isteri tidak sempat sampai ke rumah dalam masa setengah jam. Adakah ianya dikira jatuh talak @ sebaliknya. Si suami juga telah menyatakan penyesalan dan ingin rujuk kepada si isteri. Jika ingin rujuk apakah prosedur yang perlu dilalui?